|
Latar
Belakang
Manajemen
pemeliharaan yang baik, khususnya program kesehatan ternak menjadi hal yang
paling mendasar untuk meningkatkan produksi. Pemeriksaan kesehatan ternak itu
sendiri meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan sistema.
Penyakit
parasit cacing ini sering juga terjadi pada sapi, baik itu sapi lokal maupun
sapi peranakan. Dengan adanya penyakit parasit cacing ini dapat menimbulkan
kerugian yang cukup besar, hal ini dapat berupa gangguan pertumbuhan, penurunan
bobot badan, daya tahan tubuh, penurunan produksi telur bahkan sampai berhenti bereproduksi
serta terjadi peningkatan biaya pemeliharaan.
Keberhasilan
usaha peternakan sangat ditentukan oleh status kesehatan ternak yang dipelihara
program kesehatan. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya diluar tubuh
(permukaan kulit tubuh) induk semang.
Protozoa
merupakan anggota dari hewan yang sederhana. Tubuh nya walaupun komplek,
tersusun dari sel tunggal dan hampir semuanya mempunyai ukuran mikroskopis.
Protozoa tersusun dari organela – organela tetapi bukan organ, karena mereka
merupakan diferensiasi dari satu sel.
Progaram
vaksinasi ND yaitu hendaklah disesuaikan dengan situasi penyakit yang ada
dilapangan, penyediaan atau tersedianya vaksin. Vaksin yang sering digunakan
oleh peternakan adalah vaksin ND Strain La-sota. Vaksin ini bisa digunakan pada
vaksinasi awal yaitu pada anak ayam dan bisa untuk vaksinasi ulangan.
Vaksin
Flu burung ada beberapa macam yaitu : VAKSIFLU AI (vaksin unggas inaktif Avian
Influenza subtipe H5 dalam emulsi minyak), OPTIMUNE AIV (vaksin Inaktif dalam
emulsi minyak berisi virus Avian Influenza subtipe H5 yang low pathogenik),
AFLUVET dan MEDIVAC.
Hasil akhir dari pemeriksaan di
laboratorium sangat dipengaruhi oleh cara penanganan dan pengiriman contoh atau
spesimen yang dilakukan oleh dokter, paramedis, petugas lapangan, maupun
peternak. Contoh yang dikirim secara cepat dan terbuka kemungkinan akan dapat
dicapai hasil pemeriksaan laboratorium yang 100% akurat.
Tujuan
Tujuan
dari semua praktikum yang telah dilalui adalah mahasiswa dapat mengetahui dan
memeriksa langsung keadaan kesehatan ternak yang terdapat di Fapet farm
Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Manfaat
Manfaat
dari praktikum yang telah dilaksanakan adalah mahasiswa menjadi tahu
faktor-faktor penyebab timbulnya suatu penyakit yang dapat merugikan peternak
dan cara mengAtasinya lebih dini.
MATERI DAN METODE
|
Waktu dan Tempat
Praktikum Pemeriksaan ternak di laksanakan pada tgl
24-mar-2009 pada hari selasa jam 02.00 wib.yang
dilaksanakan di Laboratarium Kesehatan Ternak Gedung C dan Fapet Farm Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Materi
Pada praktikum Sanitasi
dan Desinfektan peralatan yang digunakan adalah sikat lembut, sabun dettol,
sikat lantai, sapu lidi, sekop, air, ember. Pada praktikum Pemeriksaan
Kesehatan Ternak Secara Umum alat yang digunakan adalah stethoscope,
thermometer, satu ekor sapi, kambing jantan dan betina, domba jantan dan
betina.
Pada praktikum
Endoparasit (telur cacing) alat yang digunakan feces sapi, tabung centrifuge,
centrifuge, NaCl jenuh, gula Sheater, aquades, cover glass, object glass, dan
mikroskop. Pada praktikum Ektoparasit alat yang digunakan alcohol 70%, aquades,
cotton swab, botol plastic atau botol kaca, cawan Petri, objek glass, cover
glass, mikroskop dan beberapa ektoparasit yang berhasil dikumpulkan.
Pada praktikum protozoa
alat yang digunakan adalah feces ternak, kalium bicromat 2,5%, cawan Petri, dan
alat – alat yang digunakan pada praktikum Endoparasit. Pada praktikum vaksinasi
ND alat dan bahan yang digunakan alat suntikan yang steril, aquades, vaksin ND
strain La Sota, vial vaksin dan ayam yang akan divaksin. Vaksinasi AI alat yang
digunakan alat suntik, VAKSIFLU AI dan ayam yang akan di vaksin.
Pada praktikum
Pengambilan dan Pengiriman Spesimen alat yang digunakan adalah seekor ternak,
alcohol 10 %, botol kaca.
Metoda
Untuk praktikum Sanitasi dan Desinfektan
metoda yang dilakukan yaitu bersihkan kandang, lantai kandang dari kotoran
ternak yang berserakan, tempat pakan kemudian mandikan sapi dengan sikat yang
lembut dan sabun detol, lalu lakukan desinfektan dengan menggunakan Cyperkiller
dengan dosisi yang ada, desinfeksi kandang ternak dan ternak.
Pratikum
Pemeriksaan Ternak Secara Umum, amati keadaan ternak yang dimulai dari keadaan
kulit dan bulu, sistem pencernaan, pernafasan, sirkulasi, sistem gerak dan
uregenital. Perhatikan tiap-tiap bagian tersebut, apakah ada kelainan yang
menunjukkan adanya penyakit. Pada Praktikum Pemeriksaan Penyakit Endoparasit
dilakukan dengan 3 metoda yaitu : metoda Natif dilakukan dengan meletakkan
feces diatas gelas objek, ditambah satu tetes air, setelah itu dicampur dan
tutup deng cover glass dan amati dibawah mikroskop. Metode Sheater dengan
melakukan timbang 1 gr feces masukkan kedalam tabung reaksi dan tambahkan gula
sheater dan disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm, setelah itu
tambah kembali gula sheater hingga penuh, tepelkan cover glass tepat dibibir
tabung. Angkat cover glass dan letakkan diatas glass objek dan amati dibawah
mikroskop.
Metoda
Apung, ambil 5 gr feces masukkan dalam tabung centrifuge, kemudian tambah air
sampai 2/3 tabung dan aduk rata biarkan 5 menit, air dan bahan yang terapung
buang lalu tambahkan dengan air lagi dan centrifuge selama 10 menit. Cairan
dibuang, lalu tambah dengan NaCl jenuh sampai 2/3 tabung, centrifuge lagi
selama 10 menit. Tabung diambil, tambahkan lagi NaCl jenuh sampai permukaan
kelihatan cembung, biarkan selama 10 menit lalu letakkan glass objek diatas
bibir tabung, cairan yang menempel diamati dibawah mikroskop.
Metoda
pemeriksaan Protozoa, letakkan feces yang diambil dalam cawan petri dan campur
dengan kalium bicromat, dan sipam selama 4-7 hari pada suhu kamar, lalu
periksaa ookista pada feces dengan meggunakan metoda apung.
Metoda
Praktikum Koleksi dan Identifikasi Ektoparasit, kumpulkan ektoparasit seperti
lalat, caplak dan kutu kambing, sapi, domba, kerbau, rusa, kucing, anjing dan
ayam. Lalu masukkan kedalam botol plastik yang berisi alkohol 70 % yang
berbeda. Lalu amati masing – masing ektoparasit dengan mikroskop.
Metoda
Praktikum Vaksinasi ND dan AI, untuk vaksinasi ND terlebih dahulu siapkan alat
suntik yang steril, lalu larutkan vaksin dengan menggunakan larutan
aquadestilata dengan dosis 0,5 – 1,0 cc/ ekor, gunakan vaksin ND Strain La sota
50 dosis. Dan untuk 1 ekor ayam digunakan 0,5 cc / ekor maka 1 vial vaksin 50
dosis dilarutkan dalam 25 cc aquadestilata. Suntikkan 0,5 cc / ekor pada otot
dada ayam. Sedangkan untuk vaksin AI tidak perlu dilarutkan karena vaksin AI
sudah dalam bentuk larutan, dosisi yang digunakan untuk ayam umur lebih dari 21
hari 0,5 ml dan suntikkan dibawah kulit pada pangkal leher.
Pada
praktikum Pengambilan dan Penerimaan Spesimaen metoda yang dilakukan yaitu
potong terlebih dahulu ternak yang akan diambil spesimennya, lalu ambil bagian
– bagian yang akan diuji spesimen seperti hati, ginjal, jantung, limpa, usus,
proventrikulus, otak. Masukkan kedalam botol kaca yang berisi formalin 10 %.
|
PEMERIKSAAN TERNAK SECARA UMUM
Dari praktikum yang telah
delaksanakan maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Kulit
dan Bulu
|
Hasil
|
||||
Kambing jantan
|
Kambing betina
|
Domba
|
Sapi
|
||
1
|
Turgor kulit
|
Turun
|
Normal
|
Turun
|
Normal
|
Bulu
Luka
Lesi/jejas
|
Kusam/rontok
Tidak ada
Tidak ada
|
Normal
Tidak ada
Tidak ada
|
Rusak/kotor
Tidak ada
Tidak ada
|
Normal
Tidak ada
Tidak ada
|
|
2
|
Pernafasan
|
||||
a.
Cara bernafas
b.
Frekuensi nafas
c.
Cermin hidung
d.
Eksudat hidung
e.
Batuk
|
Normal
Normal
Kering
Tidak ada
Tidak ada
|
Normal
Normal 38x/1 mnt
Kering
Tidak ada
Tidak ada
|
Normal
Normal
Basah
Tidak ada
Tidak ada
|
Normal
35x/1menit
Basah
Ada
Tidak ada
|
|
3
|
Sirkulasi
|
||||
a.
Pulsus denyut jantung
b.
Frekuensi pulsus
c.
Perdarahan
|
Kuat
62/menit
Ada
|
Betina
4238,3/menit
Ada
|
Kuat
66/menit
Ada
|
Kuat
77/menit
Ada
|
|
4
|
Pencernaan
|
||||
a.
cara mengambil pakan
b.
Cara mengunyah pakan
c.
Tonus lambung
d.
Peristaltik usus
e.
Muntah
f.
Cara buang kotoran
g.
Frekuensi buang feces
h.
Konsistensi buang kotoran
|
Dengan bibir
Normal
Normal
Normal
Tidak
-
-
-
|
Dengan bibir
Normal
Normal
Normal
Tidak
Normal
Normal
Normal
|
Dengan bibir
Normal
Normal
Normal
Tidak
-
-
-
|
Dengan lidah
Normal
Normal
Normal
Tidak
Normal
Normal
Normal
|
|
5
|
Uregenital
|
||||
a. Cara urinisasi
b. Warna urin
c. Kekeruhan
|
Normal
Kuning
Jernih
|
Normal
Kuning
Jernih
|
-
-
-
|
Normal
Kuning
jernih
|
|
6
|
Syaraf & Gerak
|
||||
a.
Reaksi Refleks
b.
Cara berjalan
|
Ada
Normal
|
Ada
Normal
|
Ada
Normal
|
Ada
Normal
|
|
7
|
Panca indera
|
||||
a. Mata
b. Refleks mendengar
c. Suhu tubuh
|
Bersinar, tidak ada
leleran
Bagus
37,7°c
|
Bersinar, tidak ada
leleran
Bagus
36,9°c
|
Bersinar, tidak ada
leleran
Bagus
38,6°c
|
Bersinar, tidak ada
leleran
Bagus
38,5°c
|
Pembahasan :
a.
Sapi
Dari
hasil pemeriksaan pada sapi yang kami amati, keadaan sistema sapi tersebut dari
mulai kondisi kulit dan bulu, pernafasan, sirkulasi, cara makan, uregenitalis,
syaraf dan gerak, dan juga panca inderanya dalam keadaan normal. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kadaan sistema sapi tidak ada mengalami perubahan yang
menunjukkan sapi tersebut menderita penyakit yang membahayakan.
WILLIAMSON
(1993) menyatakan bahwa penyakit yang biasa diderita sapi adalah menceret,
dengan tanda-tanda mata sayu, lesu, menceret, dan kadang-kadang peningkatan
secara abnormal dari suhu dan meningkatnya pernafasan.
b.
Kambing
JAMES (1992), menyatakan
bahwa kambing mengambil makanannya dengan menggunakan bibir dan kambing lebih
menyukai dedaunan dari pada rumput, serta dapat menempuh perjalanan yang jauh
untuk mencari makanan kesukaannya dibandingkan sapid an domba.
Kambing tergolong hewan pemamahbiak, serta mempunyai
kebiasaan memakan hijauan yang terdapt diatas. Untuk keadaan kulit kambing yang
diamati tidak ada mengalami kelainan ataupun cacat. AAK (1978), menyatakan
bahwa penanganan yang sembarangan atau tidak terampil dan factor lingkungan
seperti penyakit kulit dan perusakan oleh serangga banyak mengurangi nilai
kulit kambing.
c.
Domba
Domba yang sehat apabila
dilakukan pemeriksaan sistema tidak ada mengalami perubahan. Domba yang diamati
memiliki keadaan yang normal, dan tidak ada mengalami perubahan apapun, sesuai
dengan pernyataan DEVENDRA (1980) bahwa domba yang akan digunakan sebagai bibit
atau peremajaan mempunyai beberapa hal yang harus diperhatikan salah satunya
kesehatan ternak, dan tidak terserang penyakit.
PENYAKIT ENDOPARASIT PADA TERNAK
Untuk pemeriksaan telur cacing pada praktikum ini digunakan 3
metoda. Berikut hasil yang didapatkan pada setiap metoda :
1.
Metoda Apung
Telur cacing yang
ditemukan dengan menggunakan metoda ini pada feces Domba yaitu :
Schistosoma nasalis
|
Klasifikasi
|
Kingdom : Animalia
Filum :
Platyhelminthes
Class :
Trematoda
Ordo :
Strigeatoida
Familia :
Schistosomatidae
Genus :
Schistosomae
Species : Schistosoma
nasalis
|
SUHARDI (1983),
menyatakan bahwa pada ternak yang terserang penyakit cacing dapat dilihat
dengan adanya perubahan atau gejala-gejala yaitu anemia, kurus, bulu kusam, dan
adanya rahang yang bengkak. Pemeriksaan feces dapat dilakukan dalam beberapa
metode. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini dengan salah satu gejalanya
yaitu terjadi anemia pada ternak.
GLENN (1989), menyatakan
bahwa larva stadium III pada parasit yang inaktif bila tertelan hewan bersama
makanan akan berkembang menjadi dewas di dalam lambung penderita.
KOLEKSI DAN IDENTIFIKASI EKTOPARASIT
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, yang dimulai dari
pengoleksian atau pengumpulan ektoparasitdari tubuh ternak sampai kepada
pengidentifikasian ektoparasit, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
1.
Caplak pada kambing ( Amblyoma
cayannense )
Klasifikasi : Gambar
:
Kingdom : Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class :
Acarinorida
Ordo :
Ixodorina
Family :
Ixodorindae
Genus :
Amblyoma
Species :
Amblyoma cayannense
2.
Caplak pada Sapi ( Rhipicephalus
evertsi )
Klasifikasi : Gambar
:
Kingdom : Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class :
Acarinorida
Ordo :
Ixodorina
Family :
Ixodoridae
Genus :
Rhipicephalus
Species :
Rhipicephalus evertsi
3.
Caplak domba ( Amblyoma
cayannense )
Klasifikasi : Gambar
:
Kingdom : Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class :
Acarinorida
Ordo :
Ixodorina
Family :
Ixodoridae
Genus :
Rhipicephalus
Species :
Rhipicephalus evertsi
4.
Caplak Rusa (Amblyoma hebraeum
)
Klasifikasi : Gambar
:
Kingdom : Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class :
Acarinorida
Ordo :
Ixodorina
Family :
Ixodorindae
Genus :
Amblyoma
Species :
Amblyoma hebraeum
5.
Kutu kucing ( Demodex canis
)
Klasifikasi : Gambar
:
Kingdom : Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class :
Acarinorida
Ordo :
Sarcoptorina
Family :
Sarcoptoridae
Genus :
Demodex
Species :
Demodex canis
6.
Kutu Ayam (Argas persicus)
Klasifikasi : Gambar
:
Kingdom : Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class :
Mallophagorida
Ordo :
Mallophaga
Family :
Mallophagaidae
Genus :
Mallopagha
Species : Mallopagha persicus
7.
Kutu kerbau (Haematopinus
eurysternus)
Klasifikasi : Gambar
:
Kingdom : Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class :
Mallophagorida
Ordo :
Mallophaga
Family :
Mallophagaidae
Genus :
Haematopinus
Species :
Haematopinus eurysternus
8.
Kutu Rusa ( Bovicula
bovis )
Klasifikasi : Gambar
:
Kingdom : Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class :
Mallophagorida
Ordo :
Mallophaga
Family :
Mallophagaidae
Genus :
Haematopinus
Species :
Haematopinus eurysternus
9.
Kutu anjing ( Demodex canis
)
Klasifikasi : Gambar
:
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class :
Acarinorida
Ordo :
Siphonapterorida
Family :
Siphonapteroridae
Genus :
Ctenocephalides
Species : Ctenocephalides
canis
10.
Lalat Kandang ( Stomaxys
calcitrans )
Klasifikasi : Gambar
:
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class :
Hymenoplera
Ordo :
Diptera
Family :
Dipteroridae
Genus :
Stomoxys
Species : Musca
domestica
Pembahasan :
Dari hasil yang didapat maka caplak dan kutu merupakan parasit yang
merugikan, baik itu merugikan ternak tersebut sebagai tempat hidup kutu dan
caolak, jug adapt merugikan para peternak. Mereka harus mengeluarkan banyak
biaya untuk mengatasi masalah ini.
CAMERON (1956),
menyatakan bahwa kutu merupakan parasit permanent eksternal dan obligat pada
burung dan hewan mamalia. Kutu ini tidak meloncat ataupun terbang melainkan
berjalan cepat.
Kutu dan caplak disini
merupaka phylum Arthropoda yaitu hewan yang memiliki tubuh beruas-ruas. Sesuai
dengan pernyataan ASKEW (1971) bahwa semua kutu tidak bersayap, dia mempunyai
tubuh pipih, dan antenna pendek dengan 3 sampai 5 ruas, dan kakinya pendek.
Hanya mempunyai tursus yang cakarnya digunakan untuk bepegangan pada bulu atau
rambut.
Bukan hanya kutu atau
caplak yang menyebabkan penyakit ektoparasit, tetapi lalat juga salah satu agen
penyakit. Sesuai dengan pernyataan SMYTH (1976), bahwa lalat merupakan
ektoparasit penghisap darah.
VAKSINASI ND (NEWCASTLE DISEASE)
Pemberian Vaksin
Newcastle Disease Pada Ternak
Pada praktikum vaksinasi ini, kami melakukan vaksinasi Newcastle
Disease pada ternak ayam yang memiliki bobot badan sekitar 1 kg yang berumur
lebih dari 21 hari. Sebagaimana kita ketahui bahwa penyakit Newcastle Disease
merupakan penyakit yang sering terdapat pada ternak unggas. Penyakit ini
disebabkan oleh virus yang dapat dicegah dengan cara vaksinasi.
Vaksinasi yang dilakukan
pada praktikum ini adalah vaksinasi ND yaitu vaksin yang dapat mencegah
penyakit ND atau tetelo pada ternak unggas. Penyakit ND atau tetelo merupakan
penyakit yang paling sering ditemukan pada ternak ayam, dan untuk pencegahan
dari penyakit ini adalah dengan cara vaksinasi. ANONYMOUS (1975), menyatakan
bahwa penyebab dari penyakit Newcastle Disease adalah virus Paramyxovirus.
Ternak yang menderita penyakit ND tampak lesu dan sulit bernafas, gangguan
pencernaan antara lain diare berwarna kehijau-hijauan, gangguan susunan syaraf
pusat antara lain kelumpuhan dan terticolis.
Sesuai dengan pernyataan
NUGROHO (1989) bahwa penyakit Newcastle Disease merupakan penyakit pernafasan
yang akut dan mudah sekali menuar. Pencegahan yang dilakukan untuk penyakit ini
adalah vaksinasi dan sanitasi.
TAKEHARA (1987) juga
menyatakan bahwa Newcastle Disease (ND) menunjukkan adanya suatu variasi yang
besar dalam bentuk dan derajat keparahan penyakit.
Dosis vaksin yang
diberikan
Pada praktikum ini kami menggunakan dosis yaitu dosis dilarukan
dalam 0,5 cc aquadestilata kemudian vaksin ND Strain La sota 50 dosis.
Sedangkan untuk dosis setiap 1 ekor ayam : 1 cc/ekor maka 1 vial dilarutkan
dalam 50 cc aquadestilata.
PEMERIKSAAN PROTOZOA
1.
Pada Feces Unggas
Feces unggas yang diamati
yaitu feces ayam petelur, ayam broiler, dan ayam kampung, berikut hasilnya :
Protozoa pada Feces ayam kampung
(Eimeria tenella)
|
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Protozoa
Class :
Sprozoasida
Ordo :
Coccidia
Family : Eimeriidae
Genus : Eimeria
Species : Eimeria
tenella
|
Protozoa pada feces ayam broiler (Eimeria necatrix)
|
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Protozoa
Class :
Sprozoasida
Ordo :
Coccidia
Family :
Eimeriidae
Genus : Eimeria
Species : Eimeria
necatrix
|
Protozoa pada feces ayam Petelur (Eimeria mitis)
|
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Protozoa
Class :
Sprozoasida
Ordo :
Coccidia
Family :
Eimeriidae
Genus : Eimeria
Species : Eimeria
mitis
|
Dari hasil tersebut maka
dapat diketahui bahwa feces ayam kampong terdapat ookista Eimeria tenella pada
stadium perkembangan. Disini terlihat bahwa bentuk dari E. tenella bulat telur,
dengan dilapisi seperti selaput. NORMAN (1955), menyatakan bahwa struktur dari
ookista yang khas adalah dinding ookista terdiri dari satu atau dua lapis dan
mungkin dibatasi selaput.
Pada feses ayam broiler
ditemukan ookista Eimeria necatrix pada stadium perkembangan, SUMIATNO
(1990), menyatakan bahwa E. necatrix bertahan selama 12 hari dan dapat
menyebabkan mukosa halus menjadi tebal dan akibatnya penyakit yang disebabkan
sering dinyatakan sebagai koksidiosis yang khronis.
NUGROHO (1998),
menyatakan bahwa Eimeria necatrix merupakan protozoa yang terdapat dalam
usus halus dan sekum pada ayam, dengan bentuk bulat memanjang dan halus.
Protozoa ini dapat menyebabkan penyakit yang khronis pada ternak ayam.
2.
Protozoa pada Feces Ruminansia
Protozoa pada Feces Kambing (Eimeria pallida)
|
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Protozoa
Class :
Sprozoasida
Ordo :
Coccidia
Family :
Eimeriidae
Genus : Eimeria
Species : Eimeria
pallida
|
Protozoa pada Feces Domba (Eimeria granulose)
|
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Protozoa
Class :
Sprozoasida
Ordo :
Coccidia
Family :
Eimeriidae
Genus : Eimeria
Species : Eimeria
granulose
|
Protozoa pada Feces Sapi (Eimeria auburnensis)
|
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Protozoa
Class :
Sprozoasida
Ordo :
Coccidia
Family :
Eimeriidae
Genus : Eimeria
Species : Eimeria
auburnensis
|
Pada feces kambing
terdapat ookista E. pallida dengan bentuk bulat melebar, dengan dilapisi
dua selaput. Sedangkan untuk feces domba terdapat protozoa E. granulose
yang juga ditemukan pada ternak kambing. Pada gambar terlihat E. granulose
berbentuk ulat telur dengan ukuran yang besar, halus, pada ujung mikropiler
terdapat sebuah topi.
VAKSINAI AVIAN INFLUENZA (AI)
Penyakit viral merupakan penyakit yang sangat sulit dilakukan
pengobatannya dan bahkan jarang sekali dapat disembuhkan karena memang sebagian
besar penyakit viral tidak ada obatnya. Penyakit viral ini kebanyakan bersifat
endemik pada suatu kawasan
sehingga sulit untuk pemberantasannya. Satu-satunya jalan terbaik untuk
mengatasinya adalah dengan vaksinasi. Selain karena jalan pengobatan penyakit viral yang
mahal dan persentase atau kemungkinan ternak sembuh dari penyakit viral ini
sangat kecil, vaksinasi juga mudah dilakukan dengan biaya yang minim namun
dengan kemungkinan ternak terkena penyakit viral yang kecil.
Sehingga vaksinasi merupakan idola para
peternak dalam menjaga kesehatan ternak dan salah satu cara yang paling sering
digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit di suatu kawasan peternakan.
Seperti yang dikatakan Rasyaf (2004), bahwa banyak program pencegahan penyakit
yang dapat diaplikasikan di suatu kawasan peternakan. Program pencegahan
penyakit tersebut diantaranya program sanitasi, vaksinasi , dan program
pengobatan dini pada umur tertentu ketika gejala ayam sakit mulai tampak serta
program lainnya yang berhubungan dengan manajemen pemeliharaan.
Vaksin mempunyai macam-macam tipe dan
strain, Redaksi Agromedia (2006), menyatakan ada tiga tipe vaksin yang dikenal
sekarang, yaitu vaksin virus hidup (live virus vaccine), adalah virus
dalam vaksin masih hidup dan memiliki kemampuan yang lengkap untuk menghasilkan
kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit, vaksin yang dilemahkan (attenuated
vaccine), adalah vaksin yang dibuat dengan cara melemahkan organisme aktif,
dan vaksin yang dimatikan (killed vaccine), organisme yang digunakan
untuk menghasilkan vaksin telah dimatikan dn tidak mempunyai kemampuan untuk
emnularkan pnyakit kepada ayam. Sedangkan strain vaksin bermacam-macam
tergantung dari jenis vaksinnya.
PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SPESIMEN
Specimen merupakan bagian / organ tubuh ternak yang diambil untuk
diuji secara laboratories untuk mengetahui penyakit ternak yang menyebabkan
kematian. Pada praktikum yang telah kami laksanakan ini kami mencoba mengambil
specimen ternak yang masih hidup yaitu bebek betina untuk di uji pemeriksaan
jaringan.
NUGROHO
(1989), menyatakan bahwa untuk mengambil specimen pada ternak kita harus
perhatikan keadaan ternak tersebut. Apabila ternak masih hidup kita dapat
mengambil bagian-bagian tertentu seperti, leleran hidung atau telinga, darah,
feces, kerokan kulit.
Bagian
– bagian yang diambil untuk uji jaringan yaitu hati, limpa, otak, jantung,
usus, uterus, ginjal, proventrikulus. Masing-masing dipotong dan dimasukkan
kedalam botol kaca yang berisi formalin 10 %.
SANITASI DAN DESINFEKTAN
Dari
praktikum yang telah dilakukan yaitu dengan langkah – langkah : membersihkan
kandang, dengan membuang terlebih dahulu feces – feces yang ada dilantai lalu
menyiram dengan air. Bersihkan tempat pakan, tempat pakan dikosongkan. Lalu
mandikan sapi dengan menggunakan sikat yang lembut dan sabun dettol atau
sejenisnya. Pada praktikum ini saya memandikan sapi yang diberi nama Bobo,
siputih.
Setelah
itu gembalakan sapi tersebut agar dia dapat makan dan berinteraksi dengan udara
bebas. Selagi sapi digembalakan maka kita dapat membersihkan peralatan, tempat
pakan, lantai kandang.
Setelah
semua bersih masukkan sapi, dan lakukan proses desinfeksi untuk membunuh
mikroorganisme yang terdapat pada kandang, peralatan dan bahkan pada tubuh
ternak. Disini kami menggunakan desinfektan cyperkiller, yang dapat digunakan
untuk membunuh nyamuk, lalat, caplak, kutu dan ektoparasit lainnya. SUDONO (1969), menyatakan bahwa
sinar matahari pagi yang masuk kedalam kandang sangat penting, karena sinar
pagi tak begitu panas dan lebih banyak mengandung sinar ultraviolet yang dapat
berfungsi sebagai desinfektan dan membantu pembentukan kulit
PENUTUP
|
Kesimpulan
Dari paraktikum yang telah dilakukan selama ini maka didapatkan kesimpulan bahwa setiap pemeliharaan ternak
manajemen dan program pemeliharaan harus diperhatikan demi kesehatan ternak
yang kita pelihara. Apabila pemeliharaan dan lingkungan ternak tidak
diperhatikan maka besar kemungkinan penyakit akan sering muncul sehingga usaha
peternakan mendapat kerugian yang besar.
Saran
Peralatan yang digunakan
pada praktikum harus lebih diperhatikan agar tidak ada lagi yang mengalami
kerusakan sehingga kegiatan praktikum ini dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1980. Kawan Beternak II.. Jakarta Press.
Jakarta.
Anonymous. 1975. Penataran Ilmu Penyakit Unggas.
Panitia Penyelengara Penataran Ilmu Penyakit Unggas. Yogyakarta.
Akoso, B. T. Manual Keshatan
Ternak. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Becker, E. R. 1927. Protozoa pada Rumen dan
Retikulum Kambing. M.S. Thesis, Univ. Urbana.
Darmono. 1992. Tata Laksana Usaha
Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta.
Devendra, C. 1980. Produksi Kambing Didaerah Tropis. ITB. Bandung.
Glenn, R. N. 1989. Parasitologi.
Gadjah mada University Press. Yogyakarta.
Horak. 1971. Avertebrate. Eka
Offset. Semarang.
Hirschmann, H. 1960. Reproduksi
Arthropoda. Universitas N. Car. Press. Washington.
Nugroho, E. 1989. Penyakit Ayam Di
Indonesia. Ekka Offset. Semarang.
Rangga, C.T. 1996. Penyakit Ayam dan
Penanggulangannya. Kanisius. Yogyakarta.
salam kenal gan... kunjungi blog ku juga ternakapaaja.blogspot.com
BalasHapus